Senin, 19 April 2010

Tugas 3. Analisis Strategi bersaing antara giant dan Town Square

TUGAS 3.

ANALISIS STRATEGI BERSAING ANTARA GIANT DAN TOWN SQUARE DALAM MARKETING FACE TO FACE

Loemongga Haoemasan, Presiden Direktur PT Asiana Lintas Ciptakemang sangat percaya diri ketika mengumumkan rencana peluncuran Nirvana Apartment tahap 2 dan 3. “Hanya saja yang terbaru ini ukurannya lebih kecil, dan harga jualnya lebih kompetitif,” ucapnya. Nirvana Apartment yang berlokasi di Kemang, Jakarta Selatan, muncul perdana pada 2006 dengan harga ‘menantang’ yakni Rp15 juta/m2. Ditilik dari harganya, jelas, mengisi ceruk pasar kelas premium. Namun, fakta penjualan yang hanya mampu membukukan 35 unit (65% dari total 56 unit) selama satu setengah tahun justru sangat tidak ‘menantang’. Asal tahun saja, proyek ini dirilis pada Juni 2006. Jadi, per bulan cuma terjual sebanyak rata-rata 1,9 unit!. Pencapaian itu mengindikasikan bahwa komposisi pasar kelas atas tidak banyak berubah.
Padahal, dukungan perbankan dalam kucuran pembiayaan yang memudahkan calon konsumen membeli apartemen, sangat jor-joron. Tren suku bunga yang dipatok pun sudah menyentuh single digit antara 8,9-9,9%/bulan.Mari cermati hasil riset Jones Lang LaSalle, yang mengungkapkan angka total suplai apartemen secara kumulatif di Jakarta, mencapai 45.608 unit. Sebanyak 58% di antaranya berasal dari kelas menengah seharga Rp7 juta-10 juta/m2. Disusul kemudian apartemen kelas menengah-bawah sebanyak 34% (Rp3 juta-6,5 juta) dan sebagian kecil sisanya, 8% kelas atas (Rp12 juta ke atas/m2). Seretnya penjualan pada kasus Nirvana Apartment seolah menegaskan hasil riset Procon yang menunjukkan terjadinya depresiasi penyerapan pasar. Pada kuartal ketiga tahun 2007, anjloknya penjualan mencapai sebesar 29,5% dari total pasok sebanyak 11.152 unit, dibanding kuartal sebelumnya yang masih meraup penjualan sekitar 3.668 unit. Nirvana Apartment tidak sendiri. Masih banyak apartemen-apartemen sekelas yang berjibaku menaklukkan pasar. Menurut Chief Business Development Officer Grup Pakuwon, Ivy Wong, ada banyak faktor yang menyebabkan apartemen kelas atas sulit diterima pasar. Ketiadaan diferensiasi konsep, persaingan yang ketat, berubahnya preferensi pasar adalah penyebab utama kegagalan pasar apartemen seharga Rp10 juta ke atas per meter persegi. “Pasar kelas atas jenuh melihat konsep proyek yang itu-itu saja. Sudah begitu, bermunculan penawaran yang lebih menarik dari kelas yang di bawahnya, namun menawarkan fasilitas dan keunggulan yang nyaris serupa,” ungkap Ivy.Maka, jangan heran jika ada beberapa apartemen mewah di Sudirman CBD, Jakarta Pusat, di Mega Kuningan, dan Dharmawangsa,
keduanya Jakarta Selatan, hingga saat ini masih memasang advertensi di koran-koran Nasional. Mereka membutuhkan waktu lebih dari tiga tahun untuk meraup sebanyak mungkin pembeli dan tentu saja merampungkan pembangunan fisik. Ini adalah petunjuk, bahwa jika tidak ditopang dana berukuran jumbo, dalam arti hanya mengandalkan penjualan dan pinjaman bank, progres konstruksi akan berjalan abnormal. Beberapa proyek tersebut, memang akhirnya sanggup merampungkan pembangunannya, lebih karena ia (khusus yang di SCBD) adalah milik kelompok usaha besar yang nota bene punya core dan beberapa sektor bisnis raksasa. Mereka bisa menerapkan pola subsidi silang. Kalau hanya mengandalkan penjualan an sich, niscaya belum tentu mampu tegak berdiri. Berbeda dengan apartemen kelas menengah bawah. Tahun 2007 merupakan momentum tepat bagi sektor properti jenis ini. Beberapa proyek mengalami peningkatan penjualan pasca lansiran beberapa waktu sebelumnya. The 18th Residences dan Thamrin Residences mencetak penjualan menakjubkan. Hingga kuartal ketiga 2007 telah terserap sebanyak 80%. Kelas di bawahnya, seperti Margonda Residences, di Depok, dan Jakarta Residences, di Jl Kebon Melati, Jakarta Pusat, juga mengalami hal serupa. Yang pertama bahkan mengalami oversubscribe. Ini dimungkinkan karena faktor lokasi yang memiliki pasar potensial besar. Dikelilingi oleh sejumlah perguruan tinggi ternama dengan jumlah mahasiswa puluhan ribu orang, akses yang mudah dijangkau, harga yang relatif lebih murah serta belum ada pesaing.
Kondisi aktual itu yang menyebabkan ia diburu calon investor. Kesuksesan Margonda Residences lantas diikuti The Lavande di Jl Soepomo, Jakarta Selatan. Ia juga berada di sekitar lokasi beberapa perguruan tinggi dan perkantoran. Dengan harga hanya Rp6,5 juta/m2, masuk akal jika hingga kuartal ketiga penjualannya telah mencapai 40%. Padahal baru diluncurkan awal tahun ini. Menurut General Manager Sales and Marketing PT Intersatria Budi Karya Pratama Roberto Gani, “Pergerakan transaksi untuk apartemen menengah-bawah sangat aktif. Meski persaingannya lumayan ketat, namun jika segmentasi pasar yang dibidik tepat, pasti diburu pembeli,” ujarnya. Menariknya, apartemen kelas menengah-bawah ini dirancang tunggal. Mereka tidak dipadukan dengan jenis properti lainnya seperti yang telah menjadi tren pada kurun 2004-2006.Tahun 2007 juga masih diwarnai tren pengembangan apartemen yang diintegrasikan dengan perkantoran, pusat belanja, hotel, dan pusat hiburan berada dalam satu kompleks pengembangan. Meminimalisasi risiko investasi, karena tidak butuh ekspansi lahan luas. Kendati tidak sebanyak dua tahun lalu, mixed use development yang dilansir pada tahun ini mengalami pergeseran kelas. Hanya dua proyek yang menawarkan konsep seperti ini, yakni Kemang Village dan St Regis. Keduanya menyasar hi-end market. Sebagian besar sisanya (80%) didominasi proyek menengah-bawah. Sementara untuk apartemen sewa, data Procon menyebutkan, pasok mengalami peningkatan 3,1% atau 892 unit. Sebanyak 96 unit di antaranya, berasal dari apartemen servis yang baru beroperasi seperti Forum Residences (Senayan City) dan Beaufort at The Peak, dan mayoritas lainnya dari proyek apartemen sewa. Hingga kuartal tiga tahun ini, pasok kumulatif tercatat 29.263 unit. Komposisi terbesar adalah apartemen sewa (78,4%) atau sebanyak 22.288 unit dan sisanya apartemen khusus sewa dan servis masing-masing 9,1% dan 12,5%. Aktifitas penyewaan terlihat aktif. Meski hanya terjadi pada apartemen sewa bukan servis, yakni sebesar 0,2% menjadi 71,3% (677 unit) dari kuartal sebelumnya yang hanya terserap 569 unit. Dan secara umum harga sewa kuartal ketiga tahun ini relatif stabil. Ekspatriat asing masih menjadi pasar terbesar bagi apartemen servis dan khusus sewa. Untuk pasar kelas atas jenis apartemen ini, kontributor terbesar berasal dari Jepang dan Korea.
2008
Kelas Atas Turun
Menengah Bawah StabilDalam dua tahun ke depan akan semakin banyak proyek apartemen strata title dan sewa yang rampung pembangunannya. Kondisi ini akan meningkatkan angka penyerapan, khususnya kelas menengah-bawah, yang menjadikan apartemennya sebagai tempat tinggal, bukan untuk investasi. Sokongan pembiayaan murah (KPA) akan terus berlanjut dan menjadi pertimbangan utama konsumen sebelum mengambil keputusan. Sementara apartemen kelas atas, bakal menemukan titik jenuhnya jika miskin inovasi. Itulah hal fundamental yang mendorong PT Intiland Development Tbk berani meneruskan kembali apartemen premiumnya, Grand Champa, tahun depan, karena konsepnya telah mengalami revisi dan tentu saja, “Yang satu ini lebih inovatif,” ujar Wakil Presiden Komisaris PT Intiland Development Tbk., Hendro S Gondokusumo. Grand Champa sejauh ini merupakan satu-satunya apartemen yang akan dirilis tahun depan yang sudah berani dipublikasikan pengembangnya. Sementara apartemen-apartemen mewah di Ciputra World Jakarta dan Rasuna Epicentrum masih dirahasiakan nama dan waktu rilisnya. Berbeda kondisinya dengan 2006 atau dua tahun setelahnya. Publikasi dan pengembangan apartemen mewah seakan sebuah racing Formula 1, di mana prestis, investasi ratusan miliar rupiah, dan virus gaya hidup menjadi taruhannya. Khusus apartemen sewa, kondisi pasok berlebih akan membuat tertekannya harga sewa dan tingkat hunian. Hanya apartemen sewa yang dikelola operator jaringan hotel terkemuka yang tetap memiliki permintaan yang stabil.Kendati demikian, secara umum, sejak krisis moneter hingga sepuluh tahun setelahnya, tingkat okupansi untuk apartemen strata title dan sewa masih di bawah level standar industri properti.
Rencana-rencana Konglomerat
Posted on Desember 21, 2007 by hildalexander Kendati harga minyak mentah dunia sudah melonjak ke angka 99 dolar AS/barrel (per 21 November 2007), para pengembang tetap menyongsong tahun 2008 dengan optimisme tinggi. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pengaruhnya tetap ada, yakni meningkatnya ongkos produksi. Tapi kita harus menyikapinya dengan positif. Kita harus mengubah paradigma pengembangan dan pembangunan properti menjadi lebih konstruktif, antisipatif dan benar,” ujar Presiden Jakarta Property Club (kumpulan owner perusahaan pengembang besar), yang juga Wakil Presiden Komisaris PT Intiland Development Tbk., Hendro S Gondokusumo. Hal senada dikatakan Presiden Direktur Grup Gapura Prima, Rudy Margono. Ia bahkan memproyeksikan kondisi bisnis dan industri properti 2008 akan lebih baik dibanding tahun ini. “Meski belum sampai menyamai tahun 2002-2004, namun tetap akan bergairah. Permintaan akan mengalami peningkatan begitu pula dengan penawaran. Beberapa proyek yang ditawarkan pada 2006 dan 2007 akan beroperasi tahun depan. Investasi asing pun kian marak masuk ke Indonesia,” ujar Rudy
Berikut rencana-rencana strategis pengembang besar di tahun 2008:
PT Summarecon Agung Tbk Garap Bekasi
Pengembang pionir di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, ini tahun depan akan melakukan aksi ekspansi ke Bekasi. Di sini, PT Summarecon Agung Tbk., bakal menggarap lahan seluas total 250-300 Ha untuk dikembangkan menjadi township development. Sama seperti di Summarecon Kelapa Gading dan Summarecon Serpong, proyek baru itu nantinya akan berkonten perumahan, perkantoran, hotel, apartemen, shopping mall dan ruko.

Read more...

Minggu, 18 April 2010

Tugas 2. Grand Strategi

Tugas 2
Grand Strategy Kelautan
Visi, Misi, Grand Strategy dan Sasaran Strategis KKP
04/01/2010 - Kategori : Visi, Misi, Grand Strategy dan Sasaran Strategis KKP
VISI :
Pembangunan Kelautan dan Perikanan :
‎”Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015”‎
MISI :
" Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan "

GRAND STRATEGY (The Blue Revolution Policies )
1. Memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi
2. Mengelola Sumber Daya Kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
3. Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan
4. Memperluas akses pasar Domestik dan Internasional

SASARAN STRATEGIS :
1. Memperkuat Kelembagaan dan SDM secara Terintegrasi.
• Peraturan perundang-undangan di bidang Kelautan dan Perikanan sesuai kebutuhan nasional dan tantangan global serta diimplementasikan secara sinergis lintas sektor, pusat dan daerah."
• Seluruh perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pelaporan terintegrasi, akuntabel dan tepat waktu berdasarkan data yang terkini dan akurat.
• Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan.
2. Mengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara Berkelanjutan.
• Sumber daya Kelautan dan Perikanan dimanfaatkan secara optimal dan berkelnjutan.
• Konservasi kawasan dan jenis biota perairan yang dilindungi dikelola secara berkelanjutan.
• Pulau-pulau kecil dikembangkan menjadi pulau bernilai ekonomi tinggi.
• Indonesia bebas Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing serta kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan.
3. Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Berbasis Pengetahuan.
• Seluruh kawasan potensi perikanan menjadi kawasan Minapolitan dengan usaha yang bankable.
• Seluruh sentra produksi kelautan dan perikanan memiliki komoditas unggulan yang menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu terjamin.
• Sarana dan Prasarana Kelautan dan Perikanan mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi.
4. Memperluas Akses Pasar Domestik dan Internasional.
• Seluruh desa memiliki Pasar yang mampu memfasilitasi penjualan hasil perikanan.
• Indonesia menjadi market leader dunia dan tujuan utama investasi di bidang kelautan dan perikanan.

Dinas kelautan dan perikanan siapkan 4 grand strategi perikanan
Afiliasi- Agenda Walikota Medan
Waspada Online
Terkait visi baru departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang mengupayakan Indonesia menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada 2015 mendatang, DKP menciptakan empat grand strategi yang sebagai the Blue Revolution Policies.
Demikian dikatakan Dirjen Perikanan Tangkap Dedy Heryadi Sutisna melalui kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Soen’an H Purnomo, dalam siaran persnya pagi ini terkait kunjungan kerja yang dilakukan menteri Kelautan dan Perikanan hari ini di Medan
“Empat grand strategi tersebut yakni pertama memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi, kemudian mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
Ketiga meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan, dan terakhir memperluas akses pasar domestik dan internasional,” sebut Heryadi.
Berdasarkan empat kebijakan tersebut, urainya, DKP terus berupaya mendorong para nelayan melakukan pengembangan armada skala kecil dan menengah sehingga dapat melakukan penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan laut lepas. Langkah tersebut dapat mengurangi kepadatan penangkapan ikan di berbagai WPP yang sudah jenuh serta sebagai upaya terciptanya pengelolaan sumber daya ikan berkelanjutan.
Untuk mewujudkannya, lanjut Dirjen, DKP memprogramkan restrukturisasi armada kapal perikanan nasional sehingga mampu memanfaatkan sumber daya ikan (SDI) di laut lepas, melalui rasionalisasi, nasionalisasi dan modernisasi.
“Mendorong nelayan untuk dapat melakukan penangkapan di ZEE tentunya membutuhkan pengembangan infrastruktur pelabuhan berstandar internasional dengan armada penangkapan yang gross tonase-nya lebih besar (>30 GT).
“Karena itu, pelabuhan tidak hanya sebagai tempat sandar kapal, tapi juga harus memiliki fungsi strategis lain sehingga mempunyai dampak ganda (multiplier effects) bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya, termasuk pendapatan asli daerah (PAD), dan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” terangnya.
Dijelaskan Dirjen, menilik data statistik 2007 - 2008, produksi perikanan tangkap di laut terus meningkat, Jika 2007 sebanyak 4,73 juta ton, 2008 meningkat menjadi 4,86 juta ton.
Begitu juga dengan jumlah kapal penangkapan ikan segala ukuran pada tahun 2007 sebanyak 590.314 sedangkan pada tahun 2008 menjadi 590.380. Sementara jumlah nelayan perikanan tangkap di laut juga meningkat dari 2,75 juta jiwa menjadi 2,77 juta jiwa.
Seiring beragam fungsinya kegunaan pelabuhan termasuk berkembangnya tugas-tugas DKP sebagai pelaksana fungsi pelabuhan perikanan, papar Dirjen, pihaknya kini juga memperluas fungsi pelabuhan. Yakni, sebagai fasilitasi produksi, penanganan dan pengolahan, pengendalian dan pengawasan mutu serta pemasaran hasil perikanan di wilayahnya.
Bahkan, pelabuhan juga memiliki fungsi melakukan pembinaan masyarakat nelayan, pengendalian dan pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan, kelancaran kegiatan kapal perikanan, pengumpulan data dan informasi publikasi hasil riset, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, serta melakukan pengendalian lingkungan (K3, kebakaran, pencemaran).
Dalam mendukung tugas dan fungsi tersebut, kata Dirjen, DKP kini berupaya mendorong pengembangan pelabuhan perikanan khususnya di daerah yang potensial dan lingkar luar Indonesia, menerapkan port state measure, mengembangkan basis data dan informasi perikanan di pelabuhan perikanan, dan meningkatkan kualitas pelabuhan perikanan UPT daerah.
“Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, diharapkan penangkapan di laut terluar dapat dilaksanakan sebagai upaya besar pengelolaan perikanan berbasis wilayah,” tandasnya.

Read more...

Tugas 2. Grand Strategi

Tugas 2
Grand Strategy Kelautan
Visi, Misi, Grand Strategy dan Sasaran Strategis KKP
04/01/2010 - Kategori : Visi, Misi, Grand Strategy dan Sasaran Strategis KKP
VISI :
Pembangunan Kelautan dan Perikanan :
‎”Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015”‎
MISI :
" Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan "

GRAND STRATEGY (The Blue Revolution Policies )
1. Memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi
2. Mengelola Sumber Daya Kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
3. Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan
4. Memperluas akses pasar Domestik dan Internasional

SASARAN STRATEGIS :
1. Memperkuat Kelembagaan dan SDM secara Terintegrasi.
• Peraturan perundang-undangan di bidang Kelautan dan Perikanan sesuai kebutuhan nasional dan tantangan global serta diimplementasikan secara sinergis lintas sektor, pusat dan daerah."
• Seluruh perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pelaporan terintegrasi, akuntabel dan tepat waktu berdasarkan data yang terkini dan akurat.
• Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan.
2. Mengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara Berkelanjutan.
• Sumber daya Kelautan dan Perikanan dimanfaatkan secara optimal dan berkelnjutan.
• Konservasi kawasan dan jenis biota perairan yang dilindungi dikelola secara berkelanjutan.
• Pulau-pulau kecil dikembangkan menjadi pulau bernilai ekonomi tinggi.
• Indonesia bebas Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing serta kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan.
3. Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Berbasis Pengetahuan.
• Seluruh kawasan potensi perikanan menjadi kawasan Minapolitan dengan usaha yang bankable.
• Seluruh sentra produksi kelautan dan perikanan memiliki komoditas unggulan yang menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu terjamin.
• Sarana dan Prasarana Kelautan dan Perikanan mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi.
4. Memperluas Akses Pasar Domestik dan Internasional.
• Seluruh desa memiliki Pasar yang mampu memfasilitasi penjualan hasil perikanan.
• Indonesia menjadi market leader dunia dan tujuan utama investasi di bidang kelautan dan perikanan.

Dinas kelautan dan perikanan siapkan 4 grand strategi perikanan
Afiliasi- Agenda Walikota Medan
Waspada Online
Terkait visi baru departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang mengupayakan Indonesia menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada 2015 mendatang, DKP menciptakan empat grand strategi yang sebagai the Blue Revolution Policies.
Demikian dikatakan Dirjen Perikanan Tangkap Dedy Heryadi Sutisna melalui kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Soen’an H Purnomo, dalam siaran persnya pagi ini terkait kunjungan kerja yang dilakukan menteri Kelautan dan Perikanan hari ini di Medan
“Empat grand strategi tersebut yakni pertama memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi, kemudian mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
Ketiga meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan, dan terakhir memperluas akses pasar domestik dan internasional,” sebut Heryadi.
Berdasarkan empat kebijakan tersebut, urainya, DKP terus berupaya mendorong para nelayan melakukan pengembangan armada skala kecil dan menengah sehingga dapat melakukan penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan laut lepas. Langkah tersebut dapat mengurangi kepadatan penangkapan ikan di berbagai WPP yang sudah jenuh serta sebagai upaya terciptanya pengelolaan sumber daya ikan berkelanjutan.
Untuk mewujudkannya, lanjut Dirjen, DKP memprogramkan restrukturisasi armada kapal perikanan nasional sehingga mampu memanfaatkan sumber daya ikan (SDI) di laut lepas, melalui rasionalisasi, nasionalisasi dan modernisasi.
“Mendorong nelayan untuk dapat melakukan penangkapan di ZEE tentunya membutuhkan pengembangan infrastruktur pelabuhan berstandar internasional dengan armada penangkapan yang gross tonase-nya lebih besar (>30 GT).
“Karena itu, pelabuhan tidak hanya sebagai tempat sandar kapal, tapi juga harus memiliki fungsi strategis lain sehingga mempunyai dampak ganda (multiplier effects) bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya, termasuk pendapatan asli daerah (PAD), dan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” terangnya.
Dijelaskan Dirjen, menilik data statistik 2007 - 2008, produksi perikanan tangkap di laut terus meningkat, Jika 2007 sebanyak 4,73 juta ton, 2008 meningkat menjadi 4,86 juta ton.
Begitu juga dengan jumlah kapal penangkapan ikan segala ukuran pada tahun 2007 sebanyak 590.314 sedangkan pada tahun 2008 menjadi 590.380. Sementara jumlah nelayan perikanan tangkap di laut juga meningkat dari 2,75 juta jiwa menjadi 2,77 juta jiwa.
Seiring beragam fungsinya kegunaan pelabuhan termasuk berkembangnya tugas-tugas DKP sebagai pelaksana fungsi pelabuhan perikanan, papar Dirjen, pihaknya kini juga memperluas fungsi pelabuhan. Yakni, sebagai fasilitasi produksi, penanganan dan pengolahan, pengendalian dan pengawasan mutu serta pemasaran hasil perikanan di wilayahnya.
Bahkan, pelabuhan juga memiliki fungsi melakukan pembinaan masyarakat nelayan, pengendalian dan pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan, kelancaran kegiatan kapal perikanan, pengumpulan data dan informasi publikasi hasil riset, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, serta melakukan pengendalian lingkungan (K3, kebakaran, pencemaran).
Dalam mendukung tugas dan fungsi tersebut, kata Dirjen, DKP kini berupaya mendorong pengembangan pelabuhan perikanan khususnya di daerah yang potensial dan lingkar luar Indonesia, menerapkan port state measure, mengembangkan basis data dan informasi perikanan di pelabuhan perikanan, dan meningkatkan kualitas pelabuhan perikanan UPT daerah.
“Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, diharapkan penangkapan di laut terluar dapat dilaksanakan sebagai upaya besar pengelolaan perikanan berbasis wilayah,” tandasnya.

Read more...

tugas 1. Strategi dalam menghadapi Cafta u/ indonesia

ARAH DAN STRATEGI PENDIDIKAN KABUPATEN DHARMASRAYA DALAM MENGHADAPI CAFTA DALAM IFE

Perdagangan bebas yang telah dicanangkan oleh sebagain besar negara-negara di dunia ini mulai dirasakan, khususnya Negara Republik Indonesia. Tepat tanggal 1 Januari 2010 mulai diberlakukan Free Trade Agrement(FTA/ Perjanjian Perdagangan Bebas) ASEAN-China. Dengan adanya perjanjian tersebut secara otomatis terbentuk CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area). Negara-negara ASEAN yang termasuk yaitu: Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunai, Filipina, Kamboja, Laos, Thailand, dan Myanmar. Adapun hasil kesepakatannya yaitu bea masuk produk manufaktur China ke ASEAN, termasuk Indonesia, ditetapkan maksimal 5 persen, sedangkan di sector pertanian 0 persen tanpa pajak sama sekali.
Pengaruh ini tidak hanya dirasakan di sektor perdagangan, tetapi juga berpengaruh ke semua sektor. Bangsa ini tidak bisa menghindar dari pasar bebas ini, namun bagaimana kita menghadapi hal ini sehingga menjanjikan peningkatan dan kapasitas produk dalam negeri yang bisa diserap oleh pasar internasional. Dengan berbagai bentuk silang kerja sama, CAFTA memungkinkan pasar lokal terintegrasi secara regional dan internasional. Namun, bangsa ini terkendala persoalan kesiapan dalam merespons pola perdagangan bebas. Apakah produk dan sumber daya manusia bangsa ini umumnya dan Kabupaten Dharmasraya khususnya siap untuk bersaing?
Masalah ini juga berpengaruh pada bidang pendidikan, yang hasil kinerjanya diukur dari keluaran SDM yang dibentuknya. Hal ini mengingatkan dan mendorong lembaga-lembaga pendidikan di Kabupaten Dharmasraya mau tidak mau harus bekerja keras untuk membentuk SDM yang handal dalam persaiangan nasional dan internasional.

STRATEGI MENGHADAPI CAFTA
Untuk menghadapi CAPTA, maka berdasarkan visi, misi. Analisa SWOT maka Dinas Pendidikan Kabupaten Dharmasraya akan merumuskan beberapa langkah dan strategi antara lain:
1.Meningkatkan kualitas sekolah menjadi sekolah standar nasional dan minimal satu sekolah dari setiap jenjang pendidikan menjadi sekolah standar internasional.
2.Mengembangkan Sekolah Menengah Kejuruan berorientasi kedunia usaha dengan meningkatkan menjadi sekolah keunggulan local.
3.Meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan berorientasi kepada mutu dan kemampuan bahasa Inggris.
4.Mengupayakan peningkatan sarana pendidikan dan sarana ICT di sekolah.
5.Memasukan program Bahasa Mandarin ke mata pelajaran Bahasa Asing di Kurikulum Satuan Pendidikan di sekolah.
6.Mengembangkan dan mengintegrasikan life skill dan sikap kewirausahan pada mata pelajaran di sekolah.
7.Mengembangkan sikap kewirausahaan pada manejemen pendidikan di sekolah.
8.Mengaflikasikan nilai-nilai relegi dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Demikian strategi-strategi bidang pendidikan Kabupaten Dharmasraya sebagai langkah menghadapi persaingan global umumnya dan CAFTA khususnya, sehingga kualitas sumber daya manusia Kabupaten Dharmasraya diharapkan dapat meningkat. Harapan ke depan semoga strategi-strategi ini mendapat dukungan dari semua pihak terutama dari tiga pilar pendidikan yaitu masyarakat, pemerintah, dan sekolah.
Upaya Strategi Meningkatkan Daya Saing Produk Indonesia Dalam Pelaksanaan Cafta.
Jakarta, VOI Fitur - Sejak ditandatangani Asean Free Trade Agreement (CAFTA) awal Januari 2010 semakin disadari pentingnya meningkatkan daya saing produk lokal Indonesia dalam menghadapi produk dari negara ASEAN dan China. Seperti diungkapkan oleh Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Sugeng Riyanto, bahwa Indonesia harus meningkatkan daya saing dalam pelaksanaan perjanjian perdagangan bebas China-Asean Free Trade Agreement (CAFTA), agar dapat memenangi persaingan. Menurutnya, dimulainya penerapan perjanjian perdagangan bebas pada awal 2010 harus menjadi perhatian berbagai kalangan, karena CAFTA bukan sesuatu yang sepele. Dalam hal ini, perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia agar menjadi lebih kompetitif. Dalam upaya meningkatkan daya saing produk Indonesia, Syarkawi Rauf dari Regional Chief Economist Bank BNI mengusulkan beberapa upaya strategis. Menurut Rauf, dalam jangka menengah pemerintah dan dunia usaha nasional dapat mendorong terciptanya aliansi strategis dengan dunia usaha asal China. Aliansi strategis ini diharapkan dapat mendorong pengusaha asal China untuk membuka pabriknya di Indonesia. Langkah ini, menurut Rauf, akan sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan industri nasional, transfer teknologi, pembukaan lapangan kerja baru, dan mengurangi laju deindustrialisasi. Selain itu, tambah Rauf, barang-barang yang dihasilkan dari sisi status bukan lagi barang impor, tetapi produksi nasional.
Selanjutnya, agenda jangka panjang yang dapat dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah adalah: (1) Mempercepat pembenahan infrastruktur, khususnya infrastruktur transportasi ke sentra-sentra produksi. (2) Mempercepat proses industrialisasi melalui partnership antara dunia usaha, sektor perbankan, pemerintah, dan perguruan tinggi dengan tanggungjawab sesuai dengan kompetensi masing-masing. (3) Membangun pusat-pusat distribusi regional yang terhubung dengan pasar utama komoditi unggulan daerah.
Akhirnya, manfaat CAFTA akan lebih optimal bagi kepentingan perekonomian nasional, jika pemerintah dan dunia usaha mampu mengembangkan industri lokal berbasis komoditi utama, yang ketersediaannya tidak ada di China. Agar skala produksinya lebih besar maka pengembangan industrinya idealnya dilakukan secara terintegrasi antar negara di kawasan ASEAN.Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Erwin Aksa berpendapat, bahwa Pemerintah dapat meningkatkan pembangunan infrastruktur yang mendukung produksi dalam negeri. HIPMI juga meminta perbankan memberikan dukungan kepada pengusaha. Karena itulah, dibutuhkan dukungan perbankan yang memiliki peranan penting, khususnya dukungan dalam membangun pabrik. Brg-Ike/LPP R.
Sedangkan dilihat dari analisis BCG ( market share ) itu hanya lebih menekankan pada peluang pasar dan strategi pasar yang kan dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Kesimpulan dengan adanya CAFTA pemerintah di tuntut untuk bekerja keras dalam membuat strategi menghadapi CAFTA serta harus dibarengi dengan politik ekonomi pemerintah yang jelas dan tegas, khususnya untuk membangun daya saing dari keuntungan kompara- tif menjadi keuntungan yang kompetitif.

DAFTAR PUSTAKA:
1.http://id.voi.co.id/fitur/voi-bunga-rampai/1725-upaya-strategi-meningkatkan-daya-saing-produk-indonesia-dalam-pelaksanaan-cafta.html
2.http://www.diknas.dharmasrayakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=71:cafta&

Read more...

Sabtu, 20 Maret 2010

pengertian manajemen Strategik

Setelah saya baca tentang manajemen strategi, manajemen strategi adalah kegiatan untuk membantu proses suatu organisasi dalam mengidentifikasi apa yang ingin mereka capai, sehingga memperoleh hasil yang bernilai.
Dalam perekonomian yang global ini peranan manajemen strategis pada masa - masa ini sangat diperlukan dibanding pada masa - masa sebelumnya. Dikarenakan banyak perusahaan barang dan jasa mengalami pergerakan secara bebas dalam berbagai negara - nagara.
Untuk itu perusahaan atau suatu organisasi harus lebih kompetitif dalam persaingan untuk meningkatkan laba diatas rata - rata. sehingga dengan menggunakan manajemen strategis ini perusahaan atau suatu organisasi akan lebih memahami persaingan yang kompetetitif secara konsisten.

Read more...

Jumat, 05 Maret 2010

Artikel kasus manajemen strategik

Kasus Manajemen : Ulasan Analisa Efektivitas Strategi Produk Telkom Speedy

Hal menarik dari jasa akses internet broadband Speedy milik Telkom ini, terletak pada varian paket layanan yang ditawarkan ke konsumen beserta tingkat harganya yang jadi lebih beragam. Pada saat ini, Speedy di tawarkan oleh Telkom dengan rentang harga dan kualitas yang cukup lebar, dengan menggunakan uses sebagai basis offeringnya. Ini adalah kreativitas baru, dimana sebelumnya differensiasi layanan biasanya didasarkan pada user type. Namun intinya, perusahaan ingin melayani konsumen dari mulai yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Ini adalah menebar jala yang diharapkan dapat menangkap berbagai ukuran ikan. Buat yang terbatas anggarannya, dapat mencoba paket mail sedangkan yang punya dana besar dapat menggunakan paket biz.

Pertanyaan yang menggelitik saya adalah apakah strategi product proliferation (dimana produk dibuat berkembang biak menjadi lebih banyak) ini cukup efektif untuk meningkatkan revenue dan pertumbuhan Telkom yang sudah mulai redup? Saya termasuk orang yang menyangsikan efektivitas strategi ini. Argumen saya adalah efektivitas strategi tidak hanya tergantung pada substansi, profil, dan kontur dari strateginya, namun dipengaruhi juga oleh magnituge dan timing dalam mengeksekusinya. Strategi yang bagus secara substansi, belum tentu berhasil jika dieksekusi pada waktu dan tempat yang salah. Dengan kata lain, efektivitas strategi akan sangat tergantung pada momentumnya. Apabila momentumnya tepat, maka kinerja strategi dijamin akan maksimal. Dalam kasus speedy, saya menduga bahwa, gempuran speedy ke pasar jasa akses internet ini sudah kehilangan momentum! Khususnya untuk masuk ke pasar individual.

Momentum masuk ke pasar sangat ditentukan oleh mood (suasana hati konsumen) yang terjadi dipasar. Jika mood pasar baik, maka tingkat penerimaan (market acceptance) terhadap produk akan bagus. Namun jika mood pasar sedang jelek, maka produk tidak akan dapat mendarat mulus di hati konsumen, malah minimal akan dicuekin, kalaupun tidak sampai dicemooh konsumen. Masalahnya, ada beberapa hal yang dapat membuat mood pasar menjadi tidak kondusif untuk memasarkan produk. Apa saja yang mempengaruhi mood konsumen? Setidaknya ada 3 hal yang sangat mempengaruhi mood pasar, antara lain yaitu :
• Tingkat kepuasan pasar terhadap customer value dari produk eksisting yang ditawarkan perusahaan

• Tingkat preferensi pasar terhadap produk kompetitor yang muncul belakangan (atau lebih baru), termasuk juga produk substitusinya

• Tingkat resiko yang akan dihadapi konsumen dari adanya gejolak lingkungan makro, yang dikhawatirkan akan menggerus customer value secar sistematis


Untuk kasus Speedy, saya melihat bahwa mood pasar pada saat ini sedang tidak kondusif. Oleh karena itu, strategi poliferasi produk Telkom Speedy saat ini, tidak akan berpengaruh banyak pada peningkatan kinerja Telkom, khususnya di wilayah-wilayah dimana pasar disana sudah dimasuki oleh layanan mobile internet access dari operator seluler. Ada beberapa alasan, mengapa saya menyangsikan keberhasilan Speedy (khususnya di pasar individual), antara lain:
• Kita tidak bisa menutup mata bahwa kondisi Speedy eksisting belum sesempurna yang diharapkan konsumen. Speedy masih sarat dengan kasus dan keluhan, khususnya yang terkait dengan konsistensi kualitas (tidak sesuai dengan yang dijanjikan), dan yang terkait dengan billing (khususnya yang terkait dengan paket volume dan time based). Kawan saya yang pegawai Telkom pun masih sering terkaget-kaget dapet tagihan jutaan rupiah untuk bayar konsumsi speedy nya (yang mungkin dijual dedet). Kondisi ini membuat pelanggan worry/ khawatir dan terancam. Apalagi bagi pelanggan potensial, ini adalah sesuatu yang akan cenderung menakutkan.

• Fakta sekarang menunjukkan bahwa mobile internet access, lebih representatif buat para internet user. Paket-paket penawaran akses internet dari operator seluler, jelas lebih dekat dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan. Trend mengakses internet dari gadget mobile adalah gaya hidup yang sedang bertransformasi menjadi sub kultur, bahkan kultur dari generasi internet (post 1980 birth decade), yang berpotensi menjadi kohort internet addicted. Bersusah payah mengakses internet dengan infrastruktur fixed, merupakan masa lalu yang sudah mulai ditinggalkan, dalam perjalanan sejarah yang linier. Akses fixed itu hanya akan menjadi kebiasaan cadangan (untuk bernostalgia) ketika Telkomsel Flash, Indosat IM2, dan produk-produk sejenis dari Excelcom, 3, dan Axis tidak bisa berfungsi secara optimal.

• Kompetisi memang tempat bergantungnya pelanggan untuk mendapatkan value produk yang sesuai harapan. Perbedaan harga antar operator dalam jasa akses internet pada saat ini tidak signifikan, Price doesn’t matter! Ada point of parity yang semakin besar dibandingkan dengan point of difference nya. Ini merupakan lubang galian kuburan yang menganga lebar, dan siap mengubur hidup-hidup produk lama yang kalah bersaing, karena kurang kosmetik dan tidak mau operasi plastik. Produk yang tidak bahenol dan tidak perez akan ditinggal konsumen yang sangat meterialistis dan duniawi. Jadi kalau tidak ada gap harga yang bikin ngiler pelanggan, jangan harap produk akan dibeli konsumen. Konsumen sekarang memang sangat pragmatis dan hedonis.


Dengan 3 kondisi di atas, cukup buat saya untuk berhipotesis bahwa strategi Speedy pada saat ini tidak akan efektif. Sebagai pemain pioneer dalam jasa akses internet, saya melihat bahwa Telkom terlalu lamban dalam menyiapkan strategi bersaingnya. Sebagai incumbent yang selalu dikeroyok pemain baru, seharusnya ada pre-emptive move yang dibangun di atas kewaspadaan dan kreativitas. Paling tidak, beberapa hal dibawah ini harus disiapkan:
• Strategi harga yang makin menurun untuk menggarap 5 segmen konsumen berdasarkan prilaku adopsinya (dari mulai innovator sampai dengan laggard). Di bisnis ini karena terjadi percepatan dalam perkembangan teknologi baru maka scenario penurunan harga harus disiapkan untuk 3-5 tahun mendatang. Namun perhitungan price – volumenya harus dilakukan secara akurat agar tetap dapat mengcover fixed cost dan initial investment yang sudah dikeluarkan. Jangan sekali-sekali bermimpi ada kenaikan harga atau ada harga yg tetap.

• Inovasi produk harus dilakukan, baik pada tatanan inovasi teknologi, pada tatanan (kosmetik) feature & service, maupun pada innovasi proses bisnis. Ini diperlukan untuk membangun perbedaan yang signifikan antara Speedy dengan para pesaingnya. Kalau perlu ADSL sebagai anchor technologinya harus di innovasi atau dikombinasikan dengan teknologi lain yang lebih maju (misalnya mengkonvergensikannya dengan mobile technology)

• Strategi untuk menggarap pasar late majority dan laggard harus disiapkan secara sangat fokus. Jika perlu untuk memperluas efek komoditisasi dan membangun kemassalan produk, mungkin harus dilakukan juga reformulasi dan repositioning termasuk melakukan perubahan bisnis proses.


Semoga ada angin dan nasib baik buat Telkom Speedy … terutama untuk menggarap pasar individual yang ukurannya masih seksi dan menggiurkan !!! Selamat bertarung sampai titik darah penghabisan Telkom …

Sumber :Dr.Yudhi Pramudiana

Read more...

  © Free Blogger Templates Blogger Theme II by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP